LIFESTYLE

Abdi Setiawan Penggagas Program Pencegahan Stunting di Pedalaman Papua

Stunting masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia ini, termasuk di pedalaman Papua. Masalah gizi stunting memang dapat mengancam masa depan bangsa, karena dapat mempengaruhi kualitas SDM di masa depan.

Anak-anak stunting tidak akan dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya dalam kehidupan.  Namun agaknya permasalah yang serius ini tidak mengusik bagi warga Papua pedalaman.

Mereka terlihat santai dan tetap menjalankan hidup seperti tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi berbeda dengan yang dirasakan oleh Abdi Setiawan, seorang perawat yang mengabdikan diri di Papua pedalaman untuk mengatasi masalah gizi dan kesehatan yang ada di sana.

Kondisi kurang gizi stunting mengusik kepeduliannya terhadap masa depan anak-anak Papua pedalaman. Dia dan istri mulai memiliki visi untuk bersama-sama mengatasi kondisi stunting yang terjadi di tengah masyarakat.

Dari sinilah perjuangan Abdi Setiawan melawan stunting di Papua dimulai bersama istri tercinta dan tim kelompok medis yang bertugas.

Bertarung dengan Rendahnya Literasi Penduduk Papua 

Abdi paham jika 1000 HPK adalah periode emas untuk mendapatkan kualitas generasi yang sehat dan berkualitas. 1000 HPK merupakan fase awal kehidupan yang dimulai sejak terbentuknya janin di perut ibu sampai anak berusia 2 tahun.

Gizi pada 1000 HPK harus tercukupi agar anak tidak jatuh pada kondisi stunting. Namun Abdi mendapati ada banyak sekali mitos yang tersebar di masyarakat Papua, yang mengganggu pemenuhan gizi pada periode 1000 HPK ini.

Diketahui dari penduduk setempat, jika istri tidak boleh makan sumber zat gizi besi dan protein yang sangat dibutuhkan bumil ketika hamil seperti daging. Alasannya ada mitos bahwa “Jika istri makan daging hasil buruan saat hamil, maka dipercaya suami tidak akan mendapatkan hasil buruan lagi”. 

Abdi harus terus bertarung dengan rendahnya literasi di masyarakat pedalaman Papua. Maka dari itu hal pertama yang harus dikuatkan untuk mengatasi stunting adalah dengan literasi stunting.

Program ini dikembangkan di beberapa daerah pedalaman Papua, seperti Papua Selatan, Danowage kabupaten Boven Digoel.

Lalu juga di Provinsi Papua Tengah, Data kabupaten Intan Jaya, serta Papua Pegunungan, Mamit kabupaten Tolikara. 

Di tempat-tempat yang dipilih tersebut, Abdi dan tim berupaya pencegahan stunting harus dilakukan, namun tidak hanya difokuskan kepada anak setelah lahir tapi mulai sejak masa kehamilan di fase 1000 HPK.

Namun meskipun ini adalah hal yangs udah sangat jelas, Abdi menghadapi kendala dalam hal kurangnya literasi dan akses bagi warga pedalaman Papua, sehingga sangat susah menjalankan program literasi ini.

Selain itu, warga Papua akan lebih percaya jika yang berbicara adalah tokoh masyarakat atau pendeta di sana, dibandingkan para ahlinya. Ini menjadi hambatan tersendiri dalam berkomunikasi memberi literasi.

Membuat Perubahan Nyata untuk Masa Depan Anak Papua

Abdi sadar betul meskipun permasalahannya sama-sama stunting, namun menangani pencegahan stunting di pedalaman Papua memiliki hambatan yang lebih besar.

Terutama tentang fakta bahwa warga papua sangat minim literasi. Permasalahan literasi adalah tanggung jawab bersama, untuk seluruh stakeholder yang terlibat. 

Namun Abdi percaya jika semua stakeholder bergerak satu tujuan, maka visi pencegahan stunting akan terlaksana dan masa depan anak-anak Papua akan gemilang.

Dalam menjalankan misinya ABdi melibatkan tokoh gereja untuk mempercepat penyampaian informasi pada masyarakat di pedalaman Papua. 

Abdi sadar langkah yang dilakukannya masih jauh dari kata sempurna, karena selain literasi masih banyak permasalahan yang harus dipecahkan untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak Papua, seperti penyediaan toilet dan air bersih yang tidak kalah penting di samping pemenuhan kebutuhan gizi.

Dengan adanya akses air bersih, maka penyakit-penyakit menular akibat infeksi karena pencemaran air bisa teratasi. Abdi sangat berharap kepada pemerintah setempat untuk membantu masyarakat agar mempermudah masyarakat untuk mendapatkan akses air bersih untuk mendukung kesehatan anak-anak Papua.

Memberi Pelayanan dengan Setulus Hati Abdi lahir ditengah keluarga yang religius, dari awal memutuskan kuliah dan memilih jurusan keperawatan, dia dan orang tuanya yakin bahwa Tuhan yang membimbing.

Oleh karena itu dia ingin memberikan seluruh ilmu yang telah didapatkannya di bangku kuliah untuk masyarakat yang membutuhkan.

Untuk itu dia memutuskan untuk terbang ke Papua dan mengabdikan diri untuk melayani masyarakat pedalaman Papua.

Dia bersama istrinya memutuskan berkorban, sementara waktu tidak dapat bertemu dengan keluarganya karena harus menjalankan program literasi pencegahan stunting di Papua.

Pengorbanannya tidak sia-sia, inisiatif dan kepeduliannya terhadap masyarakat membuatnya menjadi salah satu penerima Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award Tingkat Provinsi Papua Tahun 2021. 

SATU Indonesia Award merupakan penghargaan bagi pemuda yang berusia maksimal 35 tahun, yang berdampak positif terhadap masyarakat.

Abdi Setiawan bersama tim tenaga kesehatan di kliki SIloam non profit Papua dinobatkan sebagai salah satu penerimanya, kategori kelompok dengan Program Pencegahan Stunting Klinik Siloam Papua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *